Nama : Niandha Hapsari
Kelas : 2eb21
NPM : 24210958
HUKUM DAGANG
BENTUK-BENTUK BADAN USAHA
Bentuk2 Usaha Dagang baik yang
berbentuk Badan Hukum maupun Usaha Dagang yang Bukan Badan Hukum sejatinya
dalah akibat dari suatu Perikatan/perjanjian dua orang atau lebih. Dengan
demikian maka ada baiknya di cermati kembali Hukum Perdata dalam artian yang
lebih spesifik yang dalam hal ini adalah Hukum Perikatan/Perjanjian dan Hukum
Dagang sebagai perangkat yang mengatur seluk beluk usaha dagang dan instrumen
yang digunakan, yang secara sepintas di singgung di bawah ini.
Perjanjian adalah salah satu
bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai perjanjian,
termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti
perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam.
Perikatan adalah suatu
perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut
hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Pengertian perjanjian secara umum
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari
peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak,
sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.
Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai
dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum
untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain,
dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah
mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua
belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut
prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan
tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang
sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan.
3. Suatu pokok persoalan
tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak
terlarang.
Dua syarat pertama disebut juga
dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat
obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur
kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila
tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu
sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya
mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala
sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,
kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut
kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun
tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut
sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan
penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab
detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun
kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi
tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat
yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah
lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak
lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan
ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau
peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam
pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual
beli.
Tempat tinggal (domisili) pihak
yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau
ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan
hukum manakah yang akan berlaku.
Dalam hukum pembuktian ini,
alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti tulisan, bukti
saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah.
Perjanjian harus ada kata sepakat
kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau
jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan
adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan.
Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas
konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat pertama di atas
menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian sudah sah
mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya
dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah
terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik
telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau pribadi yang
menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat
terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian.
Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut sebagai debitur dan
kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan,
atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali
barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa
perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan
perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian
garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .
Causa dalam hukum perjanjian
adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu.
Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi
isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud
dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat
terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan
diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu
harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut
haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai
kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang
atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan
perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang
merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar
ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang
berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian
dibedakan menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya
kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru
terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping
sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.
Perikatan hapus:
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai,
diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. pembaruan utang
4. perjumpaan utang atau
kompensasi
5. percampuran utang, karena
pembebasan utang, karena musnahnya barang yang terutang
6. kebatalan atau pembatalan
7. berlakunya suatu syarat
pembatalan, karena lewat waktu.
Tiap perikatan dapat dipenuhi
oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau
penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang
tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk
melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur
sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri.
Jika kreditur menolak pembayaran,
maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus
dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan
uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan
penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal
penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan
secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
Ada tiga macam jalan untuk
melaksanakan pembaharuan utang:
1. bila seorang debitur membuat
suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang
lama.
2. bila seorang debitur baru
ditunjuk untuk menggantikan debitur lama.
3. bila sebagai akibat suatu
persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur
lama.
Pembaharuan utang hanya dapat
dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan.
Jika dua orang saling berutang,
maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang, yang menghapuskan
utang-utang kedua orang tersebut . Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa
setahu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu
bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama.
Bila kedudukan sebagai kreditur
dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu
percampuran utang, dan oleh sebab itu piutang dihapuskan. Percampuran utang
yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung
utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali
tidak.
Pembebasan suatu utang tidak
dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk surat
piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur,
merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan juga terhadap
orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.
Jika barang tertentu yang menjadi
pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga
tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah
perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan
sebelum ia lalai menyerahkannya.
Semua perikatan yang dibuat oleh
anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan
adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak
mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau
pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh
anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak
batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan
mereka.
HUKUM DAGANG
Hukum dagang adalah aturan-aturan
hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang
perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex
generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus).
Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate
lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi
KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD
adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
KUHD lahir bersama KUH Perdata
yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga
diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan
pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia.
KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II
berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal.
Hukum Dagang di Indonesia
bersumber pada :
hukum tertulis yang dikodifikasi
yaitu :
1. KUHD
2. KUH Perdata
hukum tertulis yang tidak
dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal
yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi hukum dagang dalam
beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti
jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang
belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan
dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang
koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Hubungan antara KUHD dengan KUH
perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua
hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah
karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan
internasional dalam hal perniagaan.
Bentuk-bentuk Perusahaan
Dalam suatu usaha swasta, modal
usahanya dimiliki seluruhnya atau sebagian besar oleh pihak swasta. Usaha
swasta ini dilihat dari besar kecilnya skala usaha terdiri dari usaha kecil,
usaha menengah, dan usaha besar. Usaha swasta jumlahnya paling banyak jika
dibandingkan dengan usaha negara dan usaha koperasi. Oleh karena itu, perannya
cukup besar di dalam perekonomian nasional.
Usaha swasta dapat dibagi ke
dalam beberapa bentuk usaha/organisasi perusahaan, yaitu :
1.
Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD)
a. Pengertian
Perusahaan Perorangan/Usaha
Dagang (UD) yang merupakan bentuk usaha paling sederhana adalah usaha swasta
yang pengusahanya satu orang. Yang dimaksud dengan pengusaha di sini adalah
pemilik perusahaan. Modal atau investasi yang dimaksud dapat berupa uang,
benda, atau tenaga (keahlian), yang semuanya bernilai uang.
Kemungkinan, bahkan sering
terjadi, di dalam operasionalnya sebuah perusahaaan perorangan melibatkan
banyak orang. Orang-orang tersebut merupakan pekerja atau buruh, sedangkan
pengusaha atau pemilik perusahaan tetap jumlahnya tunggal. Artinya, yang
bertanggung jawab, menanggung risiko, dan menikmati keuntungan hanya satu orang
saja, sedangkan yang lainnya adalah orang yang bekerja di bawah pimpinan
pengusaha dengan menerima upah.
Bentuk usaha perorangan memiliki
kelebihan dalam hal pengambilan keputusan dan bertindak cepat untuk
memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Kelemahannya adalah dari segi pengumpulan
modal yang besar untuk menghadapi berbagai persaingan dan peluang bisnis.
b. Pengaturan
Belum terdapat pengaturan yang
resmi dalam satu perundang-undangan khusus tentang usaha dagang. Namun dalam
praktek keberadaannya diakui masyarakat. Berbagai perundang-undangan di bidang
perpajakan, perizinan, dan lain-lain juga menyebutkan adanya bentuk usaha
tersebut walaupun tidak mengaturnya secara terinci. Oleh karena itu, sumber
hukumnya adalah kebiasaan dan jurisprudensi. Di luar negeri bentuk usaha dagang
tersebut juga diakui keberadaannya, sebagai one man corporation. Di Inggris
dinamakan sole trader dan di Amerika Serikat dinamakan sole proprietorship.
c. Pendirian
Karena belum diatur dalam
undang-undang, maka tata cara pendirian usaha dagang ini cukup sederhana. Tidak
ada keharusan untuk membuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris. Dalam
hal ini diserahkan kepada pengusaha itu untuk menentukannya sendiri apakah
cukup didirikan secara lisan, dengan akta di bawah tangan, atau dengan akta
notaris (akta otentik). Walaupun demikian, dalam praktek usaha dagang
seringkali didirikan dengan membuat akta notaris. Pendirian dengan akta notaris
ini memang lebih baik untuk kepentingan pembuktian.
Setelah usaha dagang terbentuk
dengan atau tanpa akta notaris,terdapat beberapa kewajiban hukum lainnya yang
harus dilakukan pengusaha supaya dapat beroperasi di lapangan. Kewajiban
tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Memperoleh Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
2. Memperoleh Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) atau surat izin usaha industri, sesuai dengan bidang
usahanya, pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan .
3. Memperoleh Surat Izin Tempat
Usaha (SITU) melalui pemerintah daerah setempat sesuai dengan peraturan daerah
di lokasi usaha.
4. Memperoleh izin berdasarkan
Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie=HO Stb 1926 No.226) atau melakukan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diatur dalam
perundang-undangan lingkungan hidup. HO dan AMDAL hanya diperlukan untuk bidang
usaha tertentu yang dapat membahayakan lingkungan.
d. Tanggung Jawab
Pengusaha yang mendirikan usaha
dagang bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala risiko usaha dan
terhadap pihak kreditur perusahaan. Tanggung jawab pribadi terhadap segala
perikatan perusahaan tersebut melekat dengan seluruh kekayaan (hak milik)
pribadi yang ada pada pengusaha tersebut. Di sini tidak ada pemisahan antara
harta kekayaan perusahaan (Usaha Dagang) dengan harta kekayaan pribadi pemilik
perusahaan.
2.
Persekutuan Perdata
a. Pengertian
Persekutuan perdata merupakan
bentuk usaha perkumpulan yang paling sederhana. Persekutuan Perdata adalah
suatu perjanjian antara dua orang atau lebih, masing-masing memasukkan modal
untuk menjalankan suatu usaha.
Kelebihan Persekutuan perdata
dibandingkan usaha dagang adalah dalam pengumpulan modal, sedangkan
kelemahannya pada penonjolan kemampuan pribadi para pengusaha dan pada
kepemimpinan/kepemilikan ganda yang membuka kemungkinan timbulnya perselisihan.
b. Pengaturan
Persekutuan perdata diatur dalam
Pasal 1618 -1652 KUH Perdata.
c. Pendirian
Persekutuan Perdata didikan atas
dasar perjanjian saja, dan tidak mengharuskan adanya syarat tertulis, artinya
dapat didirikan dengan lisan saja.
d. Tanggung Jawab
Apabila seorang sekutu mengadakan
hubungan dengan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan
sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan perbuatan hukum yang dilakukan
dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa perbuatannya untuk
kepentingan sekutu, kecuali jika sekutu-sekutu lainnya memang nyata-nyata
memberikan kuasa atas perbuatannya.
Contohnya anggota Persekutuan
Perdata ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya
dapat bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Persekutuan perdata
ABC tersebut. Apabila seorang saja bertindak, katakanlah A terhadap ketiga
misalnya Danu, maka maka A sajalah yang bertanggung jawab kepada Danu, kecuali
A dalam perbuatannya tersebut nyata-nyata mendapatkan kuasa dari Badu dan
Cecep.
e. Berakhirnya Persekutuan
Perdata
Persekutuan Perdata berakhir/
bubar apabila :
1. waktu yang ditentukan untuk
bekerja telah lampau,
2. barang musnah atau usaha yang
menjadi tugas pokok selesai
3. seorang atau lebih anggota
mengundurkan diri atau meninggal dunia,
4. dan lain-lain
3.
Persekutuan Firma (Fa)
a. Pengertian
Fa merupakan suatu persekutuan.
Dikatakan persekutuan karena pengusahanya merupakan sekutu (partner) yang lebih
dari satu orang. Fa adalah tiap persekutuan yang didirikan untuk menjalankan
suatu perusahaan di bawah satu nama bersama dan bertanggung jawab secara
tanggung menanggung.
Kelebihan Fa dibandingkan
Persekutuan Perdata adalah Fa lebih terbuka atau terang-terangan terhadap pihak
ketiga, sehingga akan mendapatkan kepercayaan yang lebih dibanding Persekutuan
Perdata yang dianggap usaha perseorangan oleh pihak ketiga.
b. Pengaturan
Fa diatur dalam KUHD Pasal 16 –
35 KUHD. Di samping itu, terdapat pula beberapa ketentuan yang relevan di dalam
KUH Perdata, antara lain ketentuan tentang persekutuan perdata dan perikatan.
c. Pendirian
Firma harus didirikan dengan akta
notaris, namun demikian jika Fa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap
pihak ketiga, pendirian tanpa akte notaris pun telah dianggap berdiri. Kemudian
Akta pendirian tersebut harus didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri
dan diumumkan melalui Berita Negara. Apabila pembuatan akta, pendaftaran, dan
pengumuman selesai dilakukan, Fa tersebut telah berdiri dan untuk menjalankan
operasi bisnis masih perlu melengkapi dengan beberapa izin dan persyaratan
lainnya sebagaimana telah diuraikan pada usaha dagang, antara lain daftar
perusahaan, SIUP, SII, SITU, dan HO/AMDAL.
d. Tanggung Jawab
Setiap sekutu Fa dapat melakukan
perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama
perseroan, tanpa perlu adanya surat kuasa khusus dari sekutu lainnya. Misalnya,
Fa ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat
bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Fa ABC tersebut. Apabila
seorang saja bertindak, katakanlah A, maka secara hukum juga mengikat B dan C.
Artinya, pihak ketiga, misalnya D, apabila merasa dirugikan oleh A ia dapat
menggugat baik A, B maupun C sendiri-sendiri atau ketiganya di pengadilan.
Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung menanggung
atau tanggung jawab solider. Harta kekayaan yang dapat digugat tidak terbatas
hanya pada harta kekayaan perusahaan (Fa) saja, tetapi meliputi juga karta
kekayaan pribadi masing-masing pengusaha tersebut. Misalnya kekayaan yang ada
di rumah atau di tempat lainnya.
e. Berakhirnya Firma
Firma dianggap bubar apabila :
1. waktu yang ditentukan untuk
bekerja telah lampau,
2. barang musnah atau usaha yang
menjadi tugas pokok selesai
3. seorang atau lebih anggota
mengundurkan diri atau meninggal dunia,
Dalam prakteknya, pengunduran
sendiri seorang anggota tidak selalu membuat firma menjadi bubar. Sering kita
lihat bahwa seorang anggota firma yang mundur digantikan oleh orang lain dengan
tetap mempertahankan firma yang ada. Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran firma
sebelum waktu yang ditentukan (karena pengunduran diri atau pemberhentian)
harus dilakukan dengan suatu akte otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri,
dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila hal ini tidak dilakukan maka firma
tetap dianggap ada terhadap pihak ketiga.
Pasal 32 KUHD mengatur cara
penyelesaian pembubaran, yaitu dilakukan atas nama perseroan oleh
anggota-anggota yang telah mengurus perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang
lain dalam akte pendirian atau persetujuan kemudian, atau semua pesero
(berdasarkan suara terbanyak) mengangkat seseorang untuk menyelesaikan
pembubaran. KUHD tidak mengatur tugas-tugas mereka, hal itu diserahkan kepada
para pesero. Pasal 1802 KUHPer mengatur bahwa orang yang ditunjuk untuk
menyelesaikan pembubaran harus mempertanggung jawabkan segala usaha dan
hasil-hasilnya kepada para pesero dan berkewajiban mengganti kerugian apabila
perseroan menderita kerugian karena perbuatannya. Setelah urusan dengan orang
yang ditugaskan ini selesai, maka pembagian kepada para pesero dapat dilakukan.
Selama proses pembubaran, firma
masih berjalan sehingga proses likuidasi benar-benar selesai. Kelebihan dari
likuidasi adalah laba, dan apabila terjadi kekurangan maka itu adalah kerugian.
Apabila suatu firma jatuh pailit,
maka seluruh anggotanya pun jatuh pailit karena hutang-hutang firma juga
menjadi hutang-hutang mereka yang harus ditanggung sampai dengan kekayaan
pribadi.
4.
Persekutuan Komanditer/Commanditaire Vennottchap (CV)
a. Pengertian
CV merupakan persekutuan terbuka
yang terang-terangan menjalankan perusahaan, yaitu di samping satu orang atau
lebih sekutu biasa yang bertindak sebagai pengurus, mempunyai satu orang atau
lebih sekutu diam yang bertanggung jawab atas jumlah pemasukannya .
CV merupakan pengembangan lebih lanjut
dari bentuk usaha Fa. Di dalam CV ini masih terdapat ciri Fa yang melekat pada
sekutu pengurus (sekutu komplementer, sekutu aktif). Sedangkan unsur tambahan
pada CV yang berbeda dengan Fa adalan pada munculnya sekutu diam (sekutu
komanditer, sekutu pasif). Sekutu diam (sleeping partner) ini tidak dikenal
Pada Fa.
Kelebihan CV justru pada adanya
sekutu diam tersebut, CV lebih fleksibel karena tersedianya sarana bagi pemodal
untuk berinvestasi di dalam pembentukan CV, sementara yang bersangkutan sendiri
tidak perlu bertindak sebagai pengurus, cukup sebagai sekutu diam saja. Pada Fa
semua sekutunya merupakan pengurus sama dengan sekutu aktif (active partner)
pada CV. Bentuk usaha CV ini merupakan suatu bentuk peralihan yang berada di
antara Fa dan PT. Dalam CV terkandung, baik ciri Fa maupun ciri PT.
b. Pengaturan
CV secara khusus diatur dalam
Pasal 19 – 21 KUHD. Sama halnya juga dengan Fa, di samping ketentuan khusus
tersebut, berlaku ketentuan umum yang terdapat dalam KUH Perdata, yaitu tentang
persekutuan perdata dan perikatan.
c. Pendirian
Sama halnya juga dengan Fa, CV
adalah persekutuan yang melibatkan lebih dari satu orang pengusaha. Oleh karena
itu, pendiriannya harus melalui pembuatan suatu perjanjian pendirian meskipun
secara lisan. Pembuatan perjanjian ini tunduk pada aturan hukum perjanjian.
Perjanjian inilah yang kemudian didaftarkan dan diumumkan.
Setelah pendirian tersebut
selesai, pengusaha harus mendaftarkan perusahaan pada Departemen Perindustrian
dan Perdagangan sesuai dengan undang-undang tentang wajib daftar perusahaan dan
mengurus berbagai macam perizinan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
d. Tanggung jawab
Sebagaimana dijelaskan bahwa di
dalam CV ini terdapat dua macam sekutu, yaitu sekutu aktif yang di samping
menanamkan modal ke dalam perusahaan juga bertugas mengurus perusahaan dan
sekutu pasif atau sekutu diam yang hanya memasukkan modal, tetapi tidak
terlibat di dalam pengurusan perusahaan. Akibatnya, terdapat juga dua macam
tanggung jawab sekutu CV. Sekutu aktif bertanggung jawab tidak saja terbatas
pada kekayaan CV, tetapi juga kekayaan pribadi (kalau diperlukan). Di sini
persis sama dengan sekutu pada sebuah Fa. Lain halnya dengan sekutu pasif yang
hanya bertanggung jawab terbatas pada modal yang dimasukkan saja.
Misalnya, A sebagai sekutu pasif
pada CV ABC memasukkan modal Rp 1 juta, maka kalau CV ABC tersebut mempunyai
kewajiban terhadap pihak ketiga (katakanlah D) sebesar Rp 10 juta, A hanya
wajib menanggung sebesar modal yang telah di investasikannya tersebut saja (yaitu
Rp 1 juta). A tidak perlu menambah uang untuk membayar sisa hutang perusahaan
tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan B dan C yang merupakan sekutu aktif
dalam CV tersebut, yang menyebabkan mereka bertanggung jawab tidak terbatas,
baik secara sendiri-sendiri (A atau B) maupun secara bersama-sama (A dan B).
Apabila A dan B ini masing-masing memasukan modal Rp 1 juta. Sebagai sekutu
aktif mereka masih harus mengorbankan kekayaan pribadi untuk menutupi sisa
hutang perusahaan tersebut.
e. Berakhir Persekutuan
Komanditer
Berakhirnya Persekutuan
Komanditer boleh dikatakan sama dengan berakhirnya persekutuan Firma, yaitu
dianggap bubar apabila :
1. waktu yang ditentukan untuk
bekerja telah lampau,
2. barang musnah atau usaha yang
menjadi tugas pokok selesai
3. seorang atau lebih anggota
mengundurkan diri atau meninggal dunia,
Dalam prakteknya, pengunduran
diri seorang anggota tidak selalu membuat persekutuan komanditer menjadi bubar.
Sering kita lihat bahwa seorang anggota persekutuan komanditer yang mundur digantikan
oleh orang lain dengan tetap mempertahankan persekutuan yang ada.
Pasal 31 KUHD mengatur bahwa
pembubaran persekutuan (firma ataupun komanditer) sebelum waktu yang ditentukan
(karena pengunduran diri atau pemberhentian) harus dilakukan dengan suatu akte
otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri, dan diumumkan dalam Berita Negara.
Apabila hal ini tidak dilakukan maka persekutuan tetap dianggap ada terhadap
pihak ketiga.
Pasal 32 KUHD mengatur cara
penyelesaian pembubaran, yaitu dilakukan atas nama perseroan oleh
anggota-anggota yang telah mengurus perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang
lain dalam akte pendirian atau persetujuan kemudian, atau semua pesero
(berdasarkan suara terbanyak) mengangkat seseorang untuk
menyelesaikan pembubaran. KUHD tidak
mengatur tugas-tugas mereka, hal itu diserahkan kepada para pesero. Pasal 1802
KUHPer mengatur bahwa orang yang ditunjuk untuk menyelesaikan pembubaran harus
mempertanggung jawabkan segala usaha dan hasil-hasilnya kepada para pesero dan
berkewajiban mengganti kerugian apabila perseroan menderita kerugian karena
perbuatannya. Setelah urusan dengan orang yang ditugaskan ini selesai, maka
pembagian kepada para pesero dapat dilakukan.
Selama proses pembubaran,
persekutuan masih berjalan sehingga proses likuidasi benar-benar selesai.
Kelebihan dari likuidasi adalah laba, dan apabila terjadi kekurangan maka itu
adalah kerugian. Apabila suatu persekutuan komanditer jatuh pailit, maka
seluruh anggotanya pun jatuh pailit karena hutang-hutang persekutuan juga menjadi
hutang-hutang mereka yang harus ditannggung sampai dengan kekayaan pribadi,
kecuali untuk pesero komanditer, di mana ia hanya menanggung sebatas modal yang
telah disetornya.
5. Perseroan
Terbatas (PT)
a. Pengertian
Dalam UU No.1 tahun 1995 tentang
PT yang kemudian diubah dengan UU No.40 Tahun 2007 Tentang PT ditentukan bahwa
PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Dari definisi di atas, dapat
dipahami bahwa PT adalah suatu badan hukum. PT berbeda dengan UD, Fa, dan CV
yang bukan badan hukum. Sebagai badan hukum dalam PT terdapat pemisahan
kekayaan antara milik perusahaan dengan milik pribadi pengusaha. Di samping
itu, sebagai badan hukum PT wajib mendapatkan pengesahaan dari pemerintah,
dalam hal ini Menteri Kehakiman. Bentuk usaha yang bukan badan hukum tidak
memiliki kewajiban demikian. Dalam pengertian tersebut juga disebutkan bahwa PT
didirikan berdasarkan perjanjian. Maksudnya PT bukanlah perusahaan perorangan
seperti UD, tetapi suatu persekutuan sama halnya dengan Fa dan CV didirikan
oleh lebih dari satu orang. Untuk mendirikan sebuah PT paling kurang harus
terdapat dua orang. Banyaknya orang yang terlibat dalam sebuah PT memungkinkan
adanya akumulasi modal yang lebih banyak, yang merupakan ciri PT yang
membedakan dengan badan hukum lain. Pada sebuah PT modalnya dibagi ke dalam
saham-saham (shares,stocks).
Terdapat dua macam PT, yaitu PT
tertutup yang disingkat PT merupakan perseroan terbatas yang modalnya dimiliki
para pemegang saham yang masih saling mengenal satu sama lainnya. Misalnya
anggota keluarga, sahabat, kenalan, dan tetangga yang pendiriannya tunduk pada
UUPT. Disamping itu, PT terbuka yang pada nama perusahaannya memakai singkatan
PT (pada awal) dan Tbk (pada akhir) nama PT tersebut. Dalam PT terbuka pemegang
sahamnya
sudah tidak saling mengenal lagi.
Bahkan, sampai melintasi batas-batas negara.
PT terbuka adalah perseroan yang
modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan
yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pendirian PT terbuka, di samping
harus memenuhi ketentuan UUPT dan peraturan pelaksanaannya, juga ketentuan
Undang-Undang tentang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaannya.
PT merupakan bentuk usaha yang
paling luwes dan ideal dalam rangka memupuk keuntungan, namun terdapat juga
kelemahannya yaitu kemungkinan adanya spekulasi, manipulasi, dan kecerobahan
pengelolaan.
b. Pengaturan
Dahulu PT diatur KUHD, yaitu
dalam Pasal 36 – 56. Pengaturan ini tentunya tidak cukup menampung berbagai
aspek PT yang sudah demikian berkembang akibat perkembangan perekonomian dan
dunia usaha. Oleh karena itu, dikeluarkanlah UUPT untuk menggantikan ketentuan
dalam KUHD tersebut.
Khusus untuk PT Penanaman Modal
Asing disamping UUPT berlaku Undang- Undang tentang Penanaman Modal Asing,
karena melibatkan modal nasional dan modal asing.
c. Pendirian
PT didirikan melalui beberapa
tahapan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan di dalam UUPT, sebagai berikut:
1. Pembuatan Akta Notaris
Para pengusaha yang ingin
mendirikan PT terlebih dahulu datang ke kantor notaris untuk membuat akta
pendirian PT. Akta pendirian merupakan suatu perjanjian antara pendirian para
pendiri PT tersebut. Isinya ditentukan sendiri oleh para pendiri, yang kemudian
dituangkan notaris dalam suatu format khusus yang disediakan untuk itu sesuai
dengan UUPT.
Akta pendirian PT memuat anggaran
dan keterangan lain sekurang-kurangnya :
a. Nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri
b. Susunan, nama lengkap, tempat
dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota
direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat; dan kewarganegaraan direksi
dan komisaris pertama kali diangkat
c. Nama pemegamg saham yang telah
mengambil begaian saham serta perincian jumlah saham dan nilai nominal atau
nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada
saat pendirian.
Sedangkan Anggaran Dasar sendiri
sekurang-kurangnya berisi :
a. Nama dan tempat kedudukan
perseroan
b. Maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha perseroan sesuai dengan perundang-undang yang berlaku
c. Jangka waktu berdirinya
perseroan
d. Besarnya jumlah modal dasar,
modal yang di tempatkan dan modal yang disetor
e. Jumlah saham, jumlah
klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi
hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai nominal setiap saham
f. Susunan, jumlah dan nama
anggota direksi dan komisaris
g. Penetapan tempat dan tata cara
penyelenggaraan RUPS
h. Tata cara pemilihan,
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi dan komisaris
i. Tata cara penggunaan laba dan
pembagian dividen
j. Ketentuan-ketentuan lain
menurut UUPT.
2. Pengesahan Menteri Kehakiman
Akta notaris yang telah dibuat
tersebut harus mendapatkan pengesahaan Menteri Kehakiman dalam rangka
memperoleh status badan hukum. Menteri Kehakiman akan memberikan pengesahan
dalam janka waktu paling lama 60 hari setelah diterimanya permohonan pengesahan
PT, lengkap dengan lampiran-lampirannya. Jika permohonan di tolak, Menteri
Kehakiman memberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai dengan
alasannya dalam jangka waktu 60 hari itu juga.
3. Pendaftaran Wajib
Akta pendirian/anggaran dasar PT
secara lengkap disertai SK pengesahan dari Menteri Kehakiman kemudian wajib
didaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan paling lambat 30 hari
setelah tanggal pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan.
4. Pengumuman dalam Tambahan
Berita Negara (TBN)
Apabila pendaftaran dalam daftar
perusahaan telah dilakukan, berikutnya direksi mengajukan permohonan pengumuman
perseroan di dalam TBN dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak
pendaftaran tersebut.
Pendirian PT telah selesai dengan
dilakukannya pengumuman, berikutnya
perlu diselesaikan berbagai
perizinan sesuai dengan perundang-undangan perizinan yang berlaku, seperti juga
pada pendirian bentuk usaha lainnya.
d. Tanggung Jawab
Pada sebuah PT, pengusahanya
adalah para pemegang saham. Para pemegang saham itu bertanggung jawab terbatas
sebesar saham yang dimasukkannya ke dalam PT. Tanggung Jawab terbatas demikian
sebenarnya tercermin dari nama bentuk usaha PT sendiri, yaitu perseroan
terbatas. Kata “terbatas” menunjukkan adanya tanggung jawab pemegang saham yang
terbatas pada modal yang dimasukkan.
Dalam UUPT ketentuan tanggung
jawab terbatas diatur Pasal 3 yang berbunyi : “pemegang saham perseroan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan
dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang
telah diambilnya”.
Adanya tanggung jawab terbatas
demikian merupakan ketentuan umum, karena UUPT memberikan pengecualiannya dalam
hal-hal tertentu. Menurut Pasal 3 ayat (2) UUPT sistem tanggung jawab terbatas
tidak berlaku apabila :
1. Persyaratan perseroan sebagai
badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
2. Pemegang saham yang
bersangkutan, baik langsung ataupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi
3. Pemegang saham yang
bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
perseroan
4. Pemegang saham yang
bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi
tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan.
e. Modal dan Saham
Dalam sebuah PT terdapat tiga
macam modal, yaitu modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor.
Modal dasar adalah sejumlah
maksimum modal yang disebut dalam akta pendirian. Modal yang ditempatkan adalah
modal yang disanggupkan oleh para pemegang saham. Dan modal yang disetor adalah
modal yang benar-benar telah disetor oleh para pemegang saham dalam kas
perseroan .
Dalam UUPT ditentukan bahwa modal
dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,- sementara modal yang disetor
adalah 25% dari modal dasar yang disetor pada saat pendirian perseroan. Berarti
25% x Rp 50.000.000,- = Rp 12,500.000,-.
Modal PT tersebut terdiri dari
saham-saham, baik saham atas nama dan atau atas tunjuk. Saham dapat terdiri
dari satu klasifikasi atau lebih. Mungkin saja dalam sebuah PT terdapat
bermacam-macam saham, misalnya saham biasa, saham prioritas, dan saham-saham
lain dengan hak khusus yang semuanya harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pemegang saham biasa berhak untuk
mengambil keputusan dalam RUPS mengenai perseroan, hak menerima pembagian
dividen dan sisa kekayaan dalam proses likuidasi. Setiap saham yang dikeluarkan
mempunyai satu hak suara (one share one vote), kecuali dalam Anggaran Dasar
ditentukan lain.
f. Organ Perseroan Terbatas
PT sebagai subyek hukum pendukung
segala hak dan kewajiban tidak dapat bertindak sendiri. Badan hukum menjadi
subyek hukum bukan secara alamiah, melainkan ditentukan oleh hukum yang dibuat
manusia melalui lembaga yang berwenang untuk itu. Oleh karena itu, PT perlu
dilengkapi dengan organ atau alat perlengkapannya supaya dapat berfungsi
sebagai subyek hukum seperti manusia.
Organ PT tersebut terdiri dari :
1. Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
RUPS merupakan organ PT yang
mempunyai kekuasaan tertinggi dalam sebuah PT. RUPS ini terdiri dari para
pemegang saham sebagai satu kesatuan. Tentunya di dalam RUPS tersebut terdapat
pemegang saham terbanyak (pemegang saham mayoritas) dan pemegang saham yang
menguasai saham dalam jumlah kecil sehingga tidak memiliki kekuasaan mayoritas
(pemegang saham minoritas). Pemegang saham mayoritas dapat mendominasi
keputusan-keputusan RUPS, karena itu UUPT memberikan beberapa pembatasan
tertentu untuk melindungi pemegang saham minoritas dalam rangka mewujudkan
keadilan.
RUPS mempunyai segala wewenang
yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan
dalam UUPT atau Anggaran Dasar. Jadi, kekuasaan RUPS cukup besar, misalnya
mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris.
2. Direksi
Direksi atau pengurus PT adalah
organ yang mengurus PT sehari-hari yang diangkat RUPS. Direksi bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan terbaik di dalam maupun di luar pengadilan.
3.
Komisaris
Komisaris atau pengawas PT adalah
organ yang bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan
serta memberi nasihat kepada direksi. Komisaris juga diangkat dan bertanggung
jawab kepada RUPS.
g. Merger, Konsolidasi, dan
Akuisisi
Untuk lebih memberdayakan diri
beberapa PT dapat melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi. Banyak alasan
yang menyebabkan beberapa PT melakukan demikian, antara lain dalam rangka
efisiensi, diversifikasi, kekuatan pasar, keuntungan pajak, dan prestise.
Merger (penggabungan perusahaan)
Adalah penggabungan dua atau
lebih perusahaan ke dalam salah satu di antara perusahaan-perusahaan yang
melakukan penggabungan, kemudian perusahaan yang menggabungkan diri berakhir
kedudukannya sebagai suatu badan hukum/perusahaan karena dibubarkan dan
dilikuidasi, dan yang tinggal adalah perusahaan yang menerima penggabungan.
Misalnya, PT A merger dengan PT B, maka tinggal PT A saja atau PT B saja.
Konsolidasi (peleburan
perusahaan)
Adalah peleburan dua atau lebih
perusahaan menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara
masing-masing perusahaan yang meleburkan diri berakhir kedudukannya sebagai
suatu badan hukum/perusahaan. Misalnya PT A berkonsolidasi dengan PT B, maka
muncul PT C sebagai nama baru dari PT A+PT B
3. Akuisisi (pengambilalihan
perusahaan)
Adalah pembelian atau
pengambilalihan seluruh atau sebagian saham satu atau lebih perusahaan oleh
perusahaan lainnya atau pemilik perusahaan lainnya, tetapi perusahaan yang
diambil alih sahamnya tetap hidup sebagai badan hukum/perusahaan, hanya saja
kini berada di bawah kontrol perusahaan yang mengambil alih saham-sahamnya.
Misalnya PT A mengakuisisikan PT B, maka baik PT A maupun PT B masih tetap ada,
namun kontrol perusahaannya sudah beralih kepada PT A sebagai perusahaan
pembeli seluruh atau sebagian saham PT B.
h.
Perusahaan Kelompok
Untuk lebih memperkuat diri
perusahaan-perusahaan bekerja sama satu sama lainnya dan dapat membentuk
perusahaan kelompok (group company/concern), yaitu suatu gabungan atau susunan
dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu
dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu satuan ekonomi yang
tunduk pada suatu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.
Dalam concern tersebut terdapat
perusahaan yang mendominasi/melaksanakan pimpinan sentral sebagai perusahaan
induk, dan perusahaan yang bergantung pada putusan perusahaan yang dominan
sebagai perusahaan anak.
i.
Pembubaran Perseroan
Pembubaran Perseroan dapat
dilakukan karena :
1.
Keputusan RUPS
Keputusan RUPS tentang pembubaran
perseroan sah jika keputusan tersebut diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan, dan
pembubaran perseroan, bahwa keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang
saham yang mewakili paling sedikit ž bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ž bagian dari jumlah suara
tersebut. Perseroan resmi dibubarkan pada saat ditetapkan dalam keputusan RUPS,
dan selanjutnya dilikuidasi oleh likuidator.
2.
Jangka Waktunya telah Berakhir
Jika perseroan bubar karena
jangka waktu berdirinya (sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar) telah
berakhir, maka Menteri Kehakiman atas
permohonan Direksi dapat
memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan tersebut diajukan paling lambat
90 hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir. Permohonan untuk
memperpanjang jangka waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan
RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ž bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling
sedikit ž bagian dari jumlah suara tersebut.
3.
Penetapan Pengadilan
Pengadilan Negeri dapat
membubarkan perseroan atas :
a. Permohonan kejaksaan
berdasarkan alasan kuat bahwa perseroan telah melanggar kepentingan umum;
b. Permohonan satu orang pemegang
saham atau lebih mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang sah;
c. Permohonan kreditor
berdasarkan alasan perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan
pailit, atau harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh
hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut;
d. Permohonan pihak yang
berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian
perseroan
Dalam hal pembubaran perseroan
dengan penetapan pengadilan, ditetapkan pula penunjukan likuidator.
6. Perusahaan
Negara
1.
Pengertian
Perusahaan negara yang sering
juga disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah perusahaan yang dimiliki
secara mutlak ataupun sebagian besar oleh negara .
2.
Pengaturan
Pengaturan BUMN di Indonesia
terdapat dalam UU No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara. Pengaturan
lebih lanjut terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 1998.
Di dalam undang-undang tersebut
ditentukan tiga bentuk usaha negara yaitu :
a. Perusahaan Jawatan (Perjan);
b. Perusahaan Umum (Perum); dan
c. Perusahaan Perseroan
(Perseroan).
Di luar undang-undang tersebut
masih terdapat bentuk-bentuk usaha negara lainnya yang sifatnya khusus, seperti
Pertamina yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Dan terdapat juga
Perusahaan Daerah (PD) yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1962.
3. Pendirian
Pendirian sebuah BUMN berbeda
dengan pendirian usaha swasta. Di sini peranan pemerintah cukup besar dalam
penetapan anggaran dasar perusahaan, tujuan, status keuangan, metode operasi,
manajemen dan sebagainya yang disertai dengan tindakan legislatif ataupun
eksekutif untuk menyediakan dana sebagai modal perusahaan.
Kecuali untuk perjan, BUMN juga
harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan wajib daftar perusahaan dan menaati
ketentuan perizinan.
4.
Klasifikasi
a.
Perjan
Perjan adalah BUMN yang seluruh
modalnya terdiri dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Perjan merupakan
bagian dari instasi pemerintah tertentu dan pegawainya adalah pegawai negeri
sipil yang tunduk pada perundang-undangan kepegawaian yang berlaku. Oleh karena
itu, Perjan bukan merupakan badan hukum. Tujuan Perjan adalah semata-mata untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang sifatnya tidak mencari laba
(non-commercial corporation).
b.
Perum
Perum adalah BUMN yang seluruh
modalnya terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, Perum
merupakan badan hukum publik. Pekerja di Perum merupakan pegawai perusahaan
negara yang diatur secara khusus. Perum ini bergerak dalam bidang-bidang usaha
tertentu yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Pegawai Perum merupakan buruh/pekerja yang tindak pada hukum perburuhan/
ketenaga kerjaan yang berlaku. Jadi, statusnya sama dengan mereka yang bekerja
di perusahaan swasta. Tujuan Perum di samping memberikan pelayanan kepada
masyarakat banyak juga mencari keuntungan (commercial and social service
corporation).
Perum adalah badan usaha milik
negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 dimana seluruh
modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi
atas saham. Perum didirikan dengan Peraturan Pemerintah yang menetapkan antara
lain besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk penyertaan ke dalam modal
Perum dan penunjukan Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah. Perum memperoleh
status badan hukum setelah peraturan pemerintah pendirian Perum berlaku. Maksud
dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus
memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
c.
Persero
Persero adalah BUMN yang seluruh
atau sebagian besar modalnya terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Persero merupakan badan hukum swasta yang tunduk pada prinsip-prinsip aturan
Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana diatur di dalam UUPT. Pegawai Persero
adalah pekerja atau buruh yang tunduk pada perundang-undangan ketenagakerjaan
atau perburuhan. Tujuan Persero sama dengan tujuan PT swasta, yaitu mencari
laba (commercial corporation).
Dalam PP No. 12 Tahun 1998 ditegaskan
bahwa terdapat dua macam Persero yaitu Persero dan Persero Terbuka. Persero
adalah badan usaha milik negara seluruh atau paling sedikit 51% saham yang
dikeluarkannya dimiliki oleh negara melalui pernyataan modal secara langsung.
Sedangkan Persero terbuka adalah Persero yang modalnya dan jumlah pemegang
sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau persero yang melakukan penawaran umum,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.
Pengertian modal negara ke dalam
modal saham Persero ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang memuat maksud
penyertaan dan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal
tersebut.
7. Koperasi
1.
Pengertian
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan.
Dari definisi tersebut terdapat
koperasi yang para anggotanya terdiri dari orang seorang yang disebut koperasi
primer dan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi yang disebut
koperasi sekunder. Baik koperasi primer maupun koperasi sekunder merupakan
badan hukum.
2.
Pengaturan
Usaha koperasi (cooperative) diatur
dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Perkoperasiaan. Undang-Undang tersebut
dibuat mengacu terutama pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa
perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan. Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
tersebut ditambahkan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang seorang. Dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah
koperasi.
3.
Pendirian
Untuk mendirikan sebuah koperasi
primer dibutuhkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang sebagai anggota. Dan
untuk mendirikan sebuah koperasi sekunder sekurang-kurangnya terdapat tiga
koperasi :
a. Daftar nama pendiri
b. Nama dan tempat kedudukan
c. Maksud dan tujuan serta bidang
usaha
d. Ketentuan mengenai keanggotaan
e. Ketentuan mengenai rapat
anggota
f. Ketentuan mengenai pengelolaan
g. Ketentuan mengenai permodalan
h. Ketentuan mengenai jangka
waktu berdirinya
i. Ketentuan mengenai pembagian
sisa hasil usaha
j. Ketentuan mengenai sanksi.
Akta pendirian tersebut
diperlukan juga untuk mendapatkan pengesahan badan hukum koperasi, yang perlu
dimintakan secara tertulis kepada Pemerintah. Untuk mendapatkan pengesahan
status badan hukum koperasi, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai
atau pendirian koperasi. Pengesahaan tersebut diberikan dalam jangka waktu tiga
waktu tiga bulan setelah diterimanya permintaan pengesahaan. Jangka waktu yang
sama juga diberikan kepada pemerintah untuk memberitahukan secara tertulis
kepada pendiri koperasi apabila terjadi penolakan. Selanjutnya pengesahan
pemerintah tersebut diumumkan dalam Berita Negara. Dan sama halnya juga dengan
bentuk usaha lainnya koperasi harus didaftarkan sesuai dengan undang-undang
wajib daftar perusahaan dan diurus berbagai perizinan operasional usaha.
4.
Perangkat Organisasi
Perangkat organisasi koperasi
terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Rapat anggota merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi di dalam koperasi yang bertugas menetapkan antara
lain anggaran dasar, pengurus dan pengawas, rencana kerja, dan pembagian Sisa
Hasil Usaha (SHU). Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat atau apabila tidak berhasil berdasarkan suara terbanyak. Dalam
pemungutan suara setiap anggota mempunyai satu suara. Sedangkan hak suara pada
koperasi sekunder diatur dalam anggaran dasarnya. Rapat anggota dilakukan
paling sedikit sekali dalam setahun. Pengawas dipilih dari/dan oleh anggota
koperasi dalam rapat anggota untuk masa jabatan 5 tahun. Pengurus bertugas
antara lain mengelola koperasi dan usahanya, mengajukan rancangan kerja serta
rancangan anggaran pendapatan dan belanja koperasi, dan menyelenggarakan
pembukuan, laporan keuangan, dan rapat anggota. Apabila diperlukan untuk
pengelolaan usaha sehari-hari pengurus dapat menyangkut pengelola berdasarkan
hubungan kerja atas dasar perikatan dan bertanggung jawab kepada pengurus.
Pengangkatan pengelola demikian perlu mendapatkan persetujuan rapat anggota.
Pengawas juga dipilih dari/dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota yang
tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan
pengelolaan koperasi dan membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
Untuk itu, pengawas berwenang meneliti catatan yang ada pada koperasi dan
mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Di samping itu, pengawas harus
merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Bagi seorang wirausaha
(entrepreneur ) atau yang lebih beken disebut pengusaha, mengembangkan sebuah
usaha adalah mutlak untuk kemajuan perusahaan dan usahanya. Sebab seperti
layaknya roda kehidupan yang semakin lama semakin cepat berputar demikian pula
sebuah usaha. Sehingga bagi pengusaha yang sudah establish tentunya
menginginkan perkembangan usahanya. Namun terkadang perkembangan atau kemajuan
usaha itu tidak dibarengi dengan kemampuan modal. Salah satu cara yang bisa
ditempuh adalah dengan franchaise .
Franchaise diartikan dalam bahasa
Indonesia sebagai waralaba. Yaitu perusahaan atau seseorang (franchisee) yang
diberikan hak untuk menggunakan merek, cipta, paten untuk menyalurkan produk/
jasa pihak franchisor) dengan memberikan imbalan (fee)
Di Indonesia aturan tentang
Waralaba diatur didalam Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997 Pasal 1 dalam
peraturan tersebut menyatakan bahwa waralaba adalah perikatan/ perjanjian
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan
hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak lain. Dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang
atau jasa.
Dari pengertian diatas dapat
dikatakan bahwa sebuah waralaba adalah suatu perbuatan untuk melakukan
perikatan/ perjanjian. Sedangkan perjanjian atau perikatan diatur dalam KUH
Perdata buku III tentang perikatan pasal 1313 tentang perjanjian, pasal 1320,
tentang sahnya perjanjian, dan ketentuan pasal 1338 akibat persetujuan.
Penggunaan sistem waralaba bagi
produk asing juga berpatokan dengan PP tersebut , Sedangkan bentuk perjanjian
tidak baku bersifat dibawah tangan sehingga tidak wajib diketahui oleh notaris
sepanjang tidak bertentangan Undang-undang (Pasal 1 ayat 2)dan ditulis dalam
bahasa Indonesia ( Pasal 2 ayat 1 dan 2)
Selanjutnya pemberi waralaba
sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba diwajibkan untuk
memberikan keterangan mengenai kegiatan usaha, menerangkan hak atas HAKI, hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang harus dipenuhi, pengakhiran,
pembatalan atau perpanjangan perjanjian.
Keterangan-keterangan berikut
perjanjian tersebut harus didaftarkan di Deperindag ( Departemen Perindustrian
dan perdagangan ) oleh penerima waralaba selambatnya 30 hari sejak berlakunya
perjanjian waralaba, bila tidak maka SIUP ( Surat Ijin Usaha Perdagangan) nya
bisa dicabut.(Pasal 8). Menteri Perindustrian dan Perdagangan menerbitkan SK
no.259/ MP/ Kep/7/1997 Sebagai Peraturan Pelaksana yang mengatur antara lain
tentang waktu lamanya perjanjian dan diutamakan untuk menggunakan produk barang
dan atau bahan dalam negeri sepanjang mutu barang dan atau bahan itu sesuai
yang diperjanjikan di dalam akta perjanjian tersebut.
Didalam UU Merek no 15 tahun 2000
tidak mengatur secara khusus tentang waralaba, hanya pada pasal 43 ayat 1 yang
menyebutkan pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak
untuk memakai merek tersebut dengan perjanjian dan wajib didaftarkan di
daftarkan ke direrktorat Jenderal HAKI
Jadi bagi para pencari produk
waralaba (franchise) telah dilindungi oleh peraturan-peraturan tersebut ,
Tetapi yang terpenting juga harus hati-hati dalam pencarian tersebut. Karena
tidak jarang suatu produk baru yang sedang booming lalu tiba-tiba mencoba
dengan sistem franchaise tapi tanpa menggunakan aturan yang jelas sehingga
merugikan investor . Hal ini bisa berujung pada tindakan pelanggaran hukum.
Perjanjian atau kontrak adalah
suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau
pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang
bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu
hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan.
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Franchise : Perikatan HaKI yang
Diperluas
Nama bukan saja sebagai aset,
tetapi juga mempunyai nilai jual tinggi. Sehingga tidak mengherankan suatu nama
(brand image) bisa bernilai miliaran dolar. Tengok omzet franchising Mc
Donald’s yang bertebaran di seluruh dunia. Konon, di tahun 2000 saja angka
penjualan mencapai lebih dari 40 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dari 29 ribu
outlet yang tersebar.
Perkembangannya membuat kaget
Pemerintah AS dan dalam praktiknya diduga banyak penyimpangan konsep-konsep
franchise, akhirnya tahun 1979 Pemerintah AS mengeluarkan Franchise Disclosure
Act.
Lantas bagaimana konsep franchise
di Indonesia” Dalam Direktori Franchise Indonesia, diprakarsai Asosiasi
Franchise Indonesia. Franchise di Indonesia dikenal dengan sebutan waralaba.
Mulai dikenal sekitar 1970 dengan masuknya Kentucky Fried Chicken, Ice cream
Swensen, Shakey Pizza, yang kemudian disusul dengan Burger King dan Seven
Eleven.
Sesungguhnya Indonesia sudah pula
mengenal konsep franchise sebagaimana yang diterapkan penyebaran toko sepatu
Bata ataupun SPBU (pompa bensin).
Pengertian franchise (waralaba)
selalu diartikan berbeda dengan lisensi. Padahal, intinya hampir sama. Dalam
praktik lisensi (licensing) diartikan lebih sempit, yakni perusahaan atau
seseorang (licencor) yang memberi hak kepada pihak tertentu (licensee) untuk
memakai merek/hak cipta/paten (Hak milik kekayaan intelektual) untuk
memproduksi atau menyalurkan produk/jasa pihak licencor. Imbalannya licensee
membayar fee.
Lisencor tak mencampuri urusan
manajemen dan pemasaran pihak licensee. Misalnya, perusahaan Mattel Inc yang
memiliki hak karakter Barbie (boneka anak-anak) di AS memberikan hak lisensi
kepada perusahaan mainan di Indonesia dalam memproduksi.
Adalah Fisseha-Tsion Menghistu
dalam disertasinya di Universitas van Amsterdam tahun 1988
mendefinisakan,”Although licensing is an ambiguous term, it is defined roughly
as an agreement or a contract by which the licensor or a proprietor of the
technology or intellectual property extends to the licensee a limited right to
make use of, among other things, a patent, know-how, trademark and other items
as may be agreed between the licensor and the licensee.”
Waralaba
Sebaliknya, waralaba dimaknai
lebih luas, yaitu pemberi waralaba tidak hanya memperkenankan penerima waralaba
untuk memakai merek/logo/hak ciptanya, akan tetapi turut pula mengatur internal
perusahaan. Baik mengenai karyawan, pelatihan, lokasi, bahan baku hingga
strategi pemasarannya.
Jaringan Mc Donald’s di seluruh
dunia adalah paling cocok untuk contoh. Berbagai pelayanan serta strategi
pemasaran dari Mc Donald’s sama, baik didalam negeri maupun luar negeri.
Perkembangan waralaba di
Indonesia pada saat itu semakin hari bertambah subur, baik asing maupun lokal,
seperti: Es teler, Hoka-hoka Bento, Total buah segar, restoran bebek bali, papa
ron’s pizza.
Di negeri ini awalnya tak ada
aturan hukum yang mengatur perjanjian waralaba. Baru di tahun 1997 terbitlah
Peraturan Pemerintah (PP) No 16 tahun 1997 tentang Waralaba.
Pasal 1 PP ini menyatakan:
Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan
atau penjualan barang dan atau jasa.
Dari rumusan pasal tersebut dapat
diketahui bahwa waralaba merupakan suatu perikatan/perjanjian antara dua pihak.
Sebagai perjanjian dapat dipastikan semua ketentuan dalam hukum perdata
(KUHPerdata) tentang perjanjian (Pasal 1313), sahnya perjanjian (Pasal 1320)
dan ketentuan Pasal 1338.
Dengan demikian, apabila pihak
pewaralaba pihak asing, sedangkan terwaralaba adalah Indonesia, maka
perjanjiannya terikat pada PP No 16 tahun 1997 tentang Waralaba.
Bagaimana format perjanjian
waralaba” Apakah bentuknya harus otentik dalam akta notaris” PP No 16 tahun
1997 tak menjelaskannya. Hanya saja dalam PP ditentukan, perjanjian waralaba
dibuat tertulis dalam bahasa Indonesia (Pasal 2 Ayat 1 dan 2).
Dapat disimpulkan, perjanjian
waralaba tak perlu dalam bentuk akta notaris. Para pihak dapat membuat sendiri
– di bawah tangan – dengan mengikuti ketentuan KUHPerdata.
Selanjutnya PP ini mewajibkan
pemberi waralaba – sebelum mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba –
memberikan keterangan menyangkut kegiatan usahanya, hak atas Haki-nya, hak dan
kewajiban masing-masing pihak, persyaratan yang harus dipenuhi penerima
waralaba, pengakhiran perjanjian, pembatalan dan perpanjangan perjanjian (Pasal
3 Ayat 1).
Keterangan-keterangan berikut
perjanjian waralaba tersebut harus didaftarkan di Departemen Perindustrian dan
Perdagangan oleh penerima waralaba paling lambat 30 hari sejak berlakunya
perjanjian waralaba. Bila tak dilakukan, maka pencabutan izin usaha perdagangan
(SIUP) dapat dilakukan (Pasal 8). Sebagai pelaksana PP, pemerintah melalui
Menteri Perindustrian dan Perdagangan menerbitkan keputusan No: 259/
MPP/Kep/7/1997 yang antara lain mengatur tentang jangka waktu perjanjian
waralaba.
Selain itu, disyaratkan pula
untuk mengutamakan penggunaan barang dan atau bahan hasil produksi dalam negeri
sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa sesuai perjanjian waralaba.
Dalam Undang-Undang Merek No 15
tahun 2001 sendiri tidak diatur secara khusus tentang waralaba. Hanya dalam
Pasal 43 Ayat (1) dikatakan, pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi
kepada pihak lain untuk memakai merek tersebut dengan perjanjian dan wajib
didaftarkan ke Direktorat Jenderal Haki.
Tetapi sangat disayangkan
bagaimana tata cara permohonan pencatatan lisensi dan kententuan mengenai
perjanjian lisensi tersebut sampai saat ini belum ada Keputusan Presiden
(Keppres) sebagaimana diamanatkan Pasal 49 UU tentang Merek itu.
Perkumpulan-perkumpulan Dagang
1. Persekutuan (Maatschap) : suatu bentuk
kerjasama dan siatur dalam KUHS tiap anggota persekutuan hanya dapat
mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-oranglain. Dengan lain perkataan ia
tidak dapat bertindak dengan mengatas namakan persekutuan kecuali jika ia
diberi kuasa. Karena itu persekutuan bukan suatu pribadi hukum atau badan
hukum.
2. Perseraoan Firma : suatu bentuk perkumpulan
dagang yang peraturannya terdapat dalam KUHD (Ps 16) yang merupakan suatu
perusahaan dengan memakai nama bersama. Dalam perseroan firma tiap persero
(firma) berhak melakukan pengurusan dan bertindak keluar atas nama perseroan.
3. Perseroan Komanditer (Ps 19 KUHD) : suatu
bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero yang duduk dalam pimpinan selaku
pengurus dan ada sebagian persero yang tidak turut campur dalam kepengurusan
(komanditaris/ berdiri dibelakang layar)
4. Perseroan Terbatas (Ps 36 KUHD) :
perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham atau sero yang
lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut.
¨ Arti kata Terbatas, ditujukan pada
tanggung jawab/ resiko para pesero/ pemegang saham, yang hanya terbatas pada
harga surat sero yang mereka ambil.
¨ PT harus didirikan dngan suatu akte
notaris
¨ PT bertindak keluar dengan perantaraan
pengurusnya, yang terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang
diangkat oleh rapat pemegang saham.
¨ PT adalah suatu badan hukum yang
mempunyai kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan pada pesero atau
pengurusnya.
¨ Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan
dalam keadaan likwidasi jika para pemegang saham setuju untuk tidak
memperpanjang waktu pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebutmenderita
rugi melebihi 75% dari jumlah modalnya.
5. Koperasi : suatu bentuk kerjasama yang
dapat dipakai dalam lapangan perdagangan
Diatur diluar KUHD dalam berbagai
peraturan :
a.
Dalam Stb 1933/ 108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
b.
Dalam stb 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
c.
Dalam UU no. 79 tahun 1958
¨
Keanggotaannya bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/
diambil alih oleh orang lain.
¨
Berasaskan gotong royong
¨
Merupakan badan hukum
¨
Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri Koperasi.
6. Badan-badan Usaha Milik Negara (UU no 9/
1969)
a.
Berbentuk Persero : tunduk pada KUHD (stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969)
b.
Berbentuk Perjan : tunduk pada KUHS/ BW (stb 1927/ 419)
c.
Berbentuk Perum : tunduk pada UU no. 19 (Perpu tahun 1960
http://arisastia.blogspot.com/2011/04/bentuk-bentuk-badan-usaha-bentuk2-usaha.html