Kamis, 15 Desember 2011

HUBUNGAN KOPERASI DENGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

HUBUNGAN KOPERASI DENGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

      Keberadaan koperasi di Indonesia hingga saat ini masih ditanggapai dengan pola pikir yang sangat beragam. Hal seperti itu wajar saja. Sebab, sebagai seperangkat sistem kelembagaan yang menjadi landasan perekonomian kita, koperasi akan selalu berkembang dinamis mengikuti berbagai perubahan lingkungan. Dinamika itulah yang mengundang lahirnya beraneka pola pikir tersebut. Gejala seperti itu justru sangat posisitf bagi proses pendewasaan koperasi.

      Jika kita kembali pada definisi yang ada, koperasi Indonesia telah diberi devinisi sebagai bentuk lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Dalam lingkup pengertian seperti itu, banyak pihak yang menafsirkan koperasi Indonesia semata-mata hanya sebagai suatu lembaga dalam arti yang sempit, yaitu organisasi atau badan hukum yang menjalankan aktivitas ekonomi dengan tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

      Padahal menurut pasal 33 UUD 1945, koperasi ditetapkan sebagai bangun usaha yang sesuai dalam tata ekonomi kita berlandaskan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu seyogyanya koperasi perlu dipahami secara lebih luas yaitu sebagai suatu kelembagaan yang mengatur tata ekonomi kita berlandaskan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Jiwa dan semangat kebersamaan serta kekeluargaan itulah yang perlu ditempatkan sebagai titik sentral dalam memahami pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya secara lebih luas dan mendasar.

      Dengan pemahaman demikian, jelaslah bahwa dalam demokrasi ekonomi jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan juga harus dikembangkan dalam wadah pelaku ekonomi lain, seperti BUMN dan swasta, sehingga ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut dijamin keberadaannya dan memiliki hak hidup yang sama di negeri ini.

      Selanjutnya timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya upaya kita menterjemahkan pengertian koperasi ke dalam konsep sokoguru perekonomian kita? Jawaban sementara dapat diketengahkan sebagai berikut, “jika kita ingin membangun pengertian dalam lingkup konsep sokoguru perekonomian nasional kita, maka intinya adalah bagaimana mengupayakan agar jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan tersebut secara substantif barada dan mewarnai kehidupan dari ketiga wadah pelaku ekonomi.”

      Jadi membangun sokoguru perekonomian nasional berarti membangun badan usaha koperasi yang tangguh, menumbuhkan badan usaha swasta yang kuat dan mengembangkan BUMN yang mantap secara simultan dan terpadu dengan bertumpu pada Trilogi Pembangunan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat banyak. Karena pemahaman dan pemikiran terhadap koperasi dalam arti yang luas dan mendasar seperti dimaksudkan 63 dalam pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, memang sangat diperlukan. Apalagi, dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan pembangunan kita di masa yang akan datang.

      Seperti telah kita sadari bersama bahwa dalam era tinggal landas nanti, untuk mewujudkan perekonomian yang berlandaskan Trilogi Pembangunan setidak-tidaknya terdapat tiga tantangan besar yang perlu diantisipasi oleh ketiga wadah pelaku ekonomi, yaitu;

1. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam situasi proses globalisasi ekonomi yang makin meluas.

2. Mempercepat pemerataan yang makin mendesak mengingat 36,2 juta rakyat masih berada di bawah garis kemiskinan.

3. Memelihara kesinambungan kegiatan pembangunan yang stabil dan dinamis dalam rangka mengantisipasi kemungkinan adanya berbagai kendala yang menghambat upaya kita menjawab kedua tantangan di atas.

       Untuk menjawab dengan tepat tantangan tersebut di atas, diperlukan komitmen dan tanggungjawab yang besar dari ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut. Kongkritnya adalah peningkatan dan pematangan integrasi ketiga wadah pelaku ekonomi, yang dilandaskan atas jiwa dan semangat kekeluargaan dankebersamaan. Proses integrasi tersebut adalah proses hubungan keterkaitan integratif yang telah dan sedang dilaksanakan untuk mengembangkan ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing. Peningkatan dan pemantapan proses integrasi tersebut mutlak harus dilaksanakan untuk menjawab tantangan pembangunan di masa yang akan datang.

       Sehubungan dengan masalah mendasar tersebut, adalah menarik untuk dikaji pemikiran beberapa pakar yang mengatakan bahwa dalam tata perekonomian kita yang didasarkan pada Demokrasi Ekonomi, ketiga wadah pelaku ekonomi memang mempunyai komitmen dan tanggungjawab yang sama terhadap terwujudnya Trilogi Pembangunan. Namun demikian sesungguhnya terdapat pembagian kerja bagi masing-masing wadah pelaku ekonomi tersebut. Pembagian kerja tersebut merupakan konsekuensi akibat perbedaan ciri-ciri organisasi masing-masing wadah pelaku ekonomi tersebut. Hal ini terutama berkaitan dengan tingkat efisiensi masing-masing wadah pelaku ekonomi tersebut dalam mencapai salah satu unsur dari Trilogi Pembangunan.

       Dilihat dari tingkat efisiensi, masing-masing wadah pelaku ekonomi tersebut mempunyai keunggulan komparatif sendiri-sendiri dalam mewujudkan perekonomian nasional yang berlandaskan Trilogi Pembangunan. Melalui pemikiran tersebut di atas, dapat dirumuskan suatu pola pembagian kerja di antara ketiga wadah pelaku ekonomi tersebut, bukan dalam bentuk gagasanpengkaplingan bidang usaha, melainkan dalam pembagian kerja secara fungsional yang berlandaskan pada Trilogi Pembangunan.

       Koperasi dengan sifat-sifat khas berdasarkan prinsip kelembagaannya, nampak lebih efisien untuk melaksanakan secara langsung tugas pokoknya di bidang pemerataan. Tentu saja hal ini 64 dilakukan dengan tidak mengabaikan tanggungjawab dan tugasnya di bidang pertumbuhan dan stabilitas. Pemikiran tentang tugas pokok koperasi seperti diuraikan oleh para pakar tersebut, memang dapat merupakan rasionalisasi dari tugas koperasi yang telah secara tegas tercantum dalam arah pembangunan jangka panjang [GBHN], yaitu sebagai wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah agar mereka dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan sekaligus dapat ikut menikmati hasil-hasilnya.

      Koperasi merupakan kunci utama dalam upaya mengentaskan anggota masyarakat kita dari kemiskinan. Dengan tugas funsional koperasi seperti itu, diharapkan akan lebih efisien apabila fungsinya diarahkan untuk tugas pokok memobilisasikan sumberdaya dan potensi pertumbuhan yang ada, tanpa harus mengabaikan fungsinya dalam mengembangkan tugas stabilitas dan pemerataan. Sedangkan BUMN, sebagai satu wadah pelaku ekonomi yang dimiliki oleh pemerintah, mempunyai kelebihan potensi yaitu lebih efisien dalam tugas pokoknya melaksanakan stabilitas, sekaligus berfungsi merintis pertumbuhan dan pemerataan.

      Apabila kita dapat mengikuti pemikiran para pakar seperti diuraikan di atas, maka akan lebih memperkuat alasan bahwa untuk menghadapi tantangan-tantangan di masa mendatang, masingmasing wadah pelaku ekonomi seharusnya tidak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri-sendiri. Ketiga wadah pelaku ekonomi tadi justru harus berkembang dan saling terkait satu sama lain secara integratif. Tanpa keterkaitan integratif seperti itu, perekonominan nasional kita tidak akan mencapai produktivitas dan efisiensi nasional yang tinggi. Di samping itu kita akan selalu menghadapi munculnya kesenjangan antara tingkat pertumbuhan dan tingkat pemerataan yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat stabilitas nasional.

      Hal ini disebabkan swasta dan BUMN, sesuai dengan ciri organisasi dan tugasnya, memiliki peluang yang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang secara lebih cepat. Sedangkan koperasi, sesuai dengan ciri-ciri dan tugasnya yang berorintasi pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat golongan ekonomi lemah, tumbuh dan berkembang lebih lamban dibanding dengan kedua wadah pelaku ekonomi.

      Oleh karena itu, harus diusahakan agar tingkat pertumbuhan koperasi dapat sejajar dan selaras dengan tingkat pertumbuhan pihak swasta dan BUMN sehingga tercapai pertumbuhan yang merata. Untuk itu tidak dapat dihindarkan bahwa tingkat perkembangan koperasi pada umumnya harus secara aktif dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi pada wadah pelaku ekonomi swasta dan BUMN. Sebaliknya pihak swasta dan BUMN dalam pertumbuhannya mempunyai kewajiban untuk membantu koperasi dengan memberikan peluang dan dorongan melalui proses belajar yang efektif. Tentu saja bantuan tersebut tanpa harus mengganggu prestasi dan gerak pertumbuhan swasta dan BUMN itu sendiri. Dengan demikian koperasi, dalam proses perkembangannya, akan 65 lebih terdorong untuk berkembang lebih cepat dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai wadah pemerataan dan mampu mempertahankan perkembangannya, sehingga tidak menjadi beban bagi swasta dan BUMN.



Sumber :

http://www.damandiri.or.id/file/buku/subiaktobukukoperasibab3.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar